Keunggulan Teknologi SCR Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 terus berlanjut, proses instalasi komponen pembangkit listrik sedang dilakukan lengkap dengan penerapan teknologi SCR. Proyek ini ditargetkan bisa beroperasi penuh pada 2025 nanti dan mampu memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa, Madura, hingga Bali.

Teknologi Selective Catalytic Reduction (SCR) merupakan upaya untuk menetralisir nitrogen oksida atau nitrogen dioksida agar tidak menjadi cemaran saat dibuang. Secara teori, NOx tinggi diperoleh dari hasil pembakaran amonia sebagai bahan baku co-firing batu bara pada mesin pembangkit listrik. 

Cara Kerja Teknologi SCR

Pada dasarnya mesin pembangkit listrik tenaga uap dapat digerakkan dengan bahan bakar minyak, gas, atau batu bara. Pembakaran menghasilkan tekanan yang menggerakkan turbin kemudian dari turbin tersebut membentuk tenaga listrik yang dapat dialirkan dan diatur kepada para pengguna di seluruh wilayah jangkauan.

Masalahnya adalah pengalaman pada beberapa pembangkit listrik sebelumnya, sistem pembakaran semacam ini menyisakan polusi tinggi dan sulit terkendali. Sementara pemerintah telah menetapkan ambang batas maksimum emisi karbon yang diizinkan mencemari udara.

Oleh karena itu, para ilmuwan dan praktisi teknologi berupaya menciptakan alat yang mampu mereduksi emisi karbon dan menurunkan kadar polusi hingga mencapai standar. Lahirlah teknologi SCR yang digadang mampu menurunkan NOx secara signifikan. Sementara untuk menekan polusi karbondioksida, penggunaan batu bara harus dikurangi.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa amonia hijau dapat digunakan sebagai bahan bakar co-firing dengan batu bara untuk mencapai tingkat efisiensi tertentu. Skenario yang sedang disusun untuk PLTU Jawa 9 dan 10 adalah dengan menerapkan efisiensi bahan bakar batu bara menggunakan teknologi USC dan dilengkapi dengan SCR untuk menekan NOx, demikian dilansir validnews.

Teknologi SCR di PLTU

Teknologi SCR atau Selective Catalytic Reduction dianggap sebagai alternatif terbaik saat ini karena menawarkan beberapa keunggulan sekaligus. Yaitu hemat bahan bakar, minim polusi, tinggi tingkat efisiensi dan tentu lebih ramah lingkungan. Berikut penjelasan singkat dari masing-masing keunggulan tersebut:

  • Hemat Bahan Bakar

Teknologi terbaru ini memungkinkan penggunaan bahan bakar dari batu bara dipadu dengan amonia hijau. Secara harga, produksi massal amonia hijau jauh lebih efisien dari biaya produksi batu bara dari proses penambangan hingga siap pakai. Artinya penggunaan teknologi Selective Catalytic Reduction dapat menekan biaya bahan bakar.

  • Minim Polusi

Sisa pembakaran batu bara paling dominan adalah karbondioksida, yang dapat ditekan jumlahnya menggunakan teknologi USC. Teknologi ini memungkinkan efisiensi bahan bakar meningkat lebih dari 10%. Setelah ditambahkan dengan teknologi SCR yang tidak menghasilkan karbondioksida dari green ammonia, tingkat polusi terjaga di titik rendah.

  • Tingkat Efisiensi

Hemat bahan bakar dan minimnya polusi merupakan pertanda bahwa tingkat efisiensi dari proses pembakaran tersebut cukup tinggi. Artinya, manusia boleh merasa lebih tenang dengan keberadaan PLTU yang menerapkan teknologi terbaik untuk mengelola bahan bakar dan menekan risiko polusi yang ditimbulkannya.

Untuk saat ini, penerapan teknologi Ultra Super Critical dan Selective Catalytic Reduction di PLTU Jawa 9 dan 10 masih dalam tahap penelitian, pengembangan dan uji coba. Semoga apa yang direncanakan oleh para peneliti demi efisiensi konsumsi batu bara dan menjaga udara tetap sehat berjalan sesuai target yang direncanakan. 

Selama hasil uji coba teknologi SCR belum dipublikasikan secara resmi akan mampu menekan polusi dan memenuhi standar regulasi, kita belum bisa berbangga diri. Hanya saja bukti kesungguhan para praktisi untuk dapat menerapkan teknologi ini perlu mendapat apresiasi dan dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat.